Poin Penting:
- Departemen Teknik Kelautan (FTK) ITS Surabaya menyelenggarakan seminar tentang perkembangan teknologi kapal selam di Indonesia.
- Seminar ini diikuti oleh berbagai pihak penting, mulai dari TNI Angkatan Laut (AL), PT PAL Indonesia, ExxonMobil, hingga perusahaan pembuat kapal selam asal Belanda, Nevesbu.
- Indonesia memerlukan kapal selam yang handal guna mempertahankan kedaulatan laut serta jalur komunikasi di bawah permukaan air.
Jurnalis Tribun Jatim Network, Sulvi Sofiana
10drama.com -, SURABAYA– Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya berupaya menciptakan pusat pengembangan teknologi kapal selam pertama di Indonesia.
Dorongan tersebut diungkapkan dalam seminar yang diselenggarakan Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) ITS Surabaya melalui Laboratorium Marine Manufacturing and Design (MMD) Departemen Teknik Sistem Perkapalan (DTSP), di Gedung Nasdec ITS Surabaya, Selasa (19/8/2025).
Ketua Fakultas Teknik Kelautan (FTK) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Dr Ing Ir Setyo Nugroho, menyatakan bahwa seminar ini melibatkan berbagai pihak penting, seperti TNI Angkatan Laut (AL), PT PAL Indonesia, ExxonMobil, serta perusahaan desain kapal selam dari Belanda, Nevesbu.
“Seminar ini merupakan awal dari terbentuknya pusat pengembangan teknologi kapal selam di Indonesia,” katanya.
Selain mendukung kemandirian keamanan, kegiatan ini turut berkontribusi dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) nomor 9, yaitu industri, inovasi, dan infrastruktur.
Laksamana Pertama TNI AL, Muhammad Iwan Kusumah SE menyatakan bahwa Indonesia memerlukan kapal selam yang handal dalam menjaga kedaulatan laut serta jalur komunikasi bawah permukaan.
“Terdapat lima pilar yang perlu dibentuk, yakni pendanaan, kapasitas industri, infrastruktur, sumber daya manusia, serta sistem keselamatan,” ujarnya.
Dari segi teknologi, Albert Jurgens, Direktur Komersial Nevesbu, menyampaikan bahwa pihaknya telah menciptakan kapal selam listrik tipe Moray 600E yang dianggap sesuai dengan kebutuhan Indonesia.
Kapal selam ini dibuat untuk beroperasi di perairan dangkal selama dua minggu dan dilengkapi dengan sistem yang sederhana, sehingga biaya pemeliharaannya lebih murah.
“Model ini dapat menjadi contoh bagi Indonesia dalam membangun pusat pengembangan kapal selam,” ujar Albert.
Seminar yang diselenggarakan di gedung National Ship Design and Engineering Center (Nasdec) ITS ini turut dihadiri oleh perwakilan lembaga pendidikan, antara lain TU Delft, Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (STTAL), Akademi Angkatan Laut (AAL), serta Politeknik Pelayaran Surabaya.