Opini: Era Pengawasan Keuangan yang Dipandu AI

10drama.com -,JAKARTA – Perkembangan digital sangat pesat saat ini. Proses digitalisasi telah menyentuh berbagai aspek kehidupan manusia dan mengubah wajah kehidupan secara mendasar, termasuk di bidang pengelolaan (governance).

Perlu dilakukan perubahan konsep atau metode kerja, mengingat harus sesuai dengan ciri khas model bisnis yang dihadapi. Model bisnis yang kaya akan digitalisasi memerlukan cara kerja dan tata kelola yang berbeda.

Hal ini berkaitan dengan perbedaan fitur dan profil risiko antara organisasi konvensional dengan organisasi yang berbasis teknologi informasi.

Sektor jasa keuangan merupakan salah satu bidang yang cepat beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi. Penelitian Fortune Business Insights tahun 2023 yang dirujuk oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggambarkan pemanfaatan teknologi dalam sektor jasa keuangan, khususnya perbankan, yang berjalan di luar ekspektasi berbagai pihak.

Pengembangan teknologi di sektor jasa keuangan, khususnya perbankan, berkembang pesat bersama dengan bidang teknologi informasi, komunikasi, dan otomotif. Meskipun demikian, kita semua tahu bahwa secara historis, industri perbankan dikenal sebagai industri yang cenderung konservatif, lebih menekankan pada keamanan, aturan yang ketat, serta stabilitas.

OJK menyadari bahwa penerapan teknologi dan penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam industri jasa keuangan tidak dapat dihindari. Berkembangnya aktivitas keuangan berbasis digital serta pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan dalam sektor jasa keuangan seperti perbankan memerlukan pengaturan agar tetap memberikan perlindungan dan kenyamanan bagi nasabah.

Pada April 2025, misalnya, OJK merilis panduan Tata Kelola Kecerdasan Artifisial Perbankan Indonesia.

Kehadiran pedoman tersebut menjadi panduan bagi perbankan di Indonesia dalam memastikan pengembangan dan penerapan teknologi kecerdasan buatan dilakukan secara bertanggung jawab, mengingat perkembangan dan penerapannya di sektor perbankan berpotensi mengubah industri perbankan melalui peningkatan inovasi, penguatan pengambilan keputusan yang lebih cerdas serta penciptaan pengalaman yang lebih personal dan menarik bagi nasabah.

OJK mengajak agar pemanfaatan kecerdasan buatan dapat memberikan manfaat dengan pengelolaan risiko yang terkendali, sehingga mampu menjaga kepentingan nasabah serta mempertahankan stabilitas sistem perbankan dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.

Ini tentu selaras dengan upaya regulator dalam menerapkan Regulatory Technology (Regtech) dan Supervisory Technology (Suptech), yaitu konsep yang muncul setelah adanya penerapan teknologi baru ke dalam sistem tata kelola yang lama.

Alat analisis yang mampu mengelola data besar, dilengkapi dengan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), serta penerapan audit mandiri melalui penyetujuan bersama pada blockchain, merupakan beberapa contoh dari tata kelola digital baru yang perlu diketahui oleh pelaku bisnis saat ini.

Tentu saja terdapat berbagai manfaat dan risiko baru yang muncul akibat penerapan RegTech dan SupTech. Dengan memahami manfaat dan risiko secara tepat, maka kita sebagai pengguna dapat memperoleh manfaat maksimal yang akan mengubah cara kerja kita serta pandangan kita terhadap tata kelola digital sebuah perusahaan atau organisasi.

Teori Pengelolaan Sebagai Dasar Tata Kelola

Revitalisasi industri menandai awal perkembangan ilmu manajemen dalam kehidupan manusia. Pada masyarakat pra-industri sebelum abad ke-18, manusia hanya menggantungkan hidupnya pada hasil pertanian atau pertanian tanpa mengembangkan produk tambahan.

Hasil pertanian diolah dengan cara sederhana dan langsung dimakan oleh manusia. Proses produksi yang sederhana contohnya adalah dalam bentuk kerajinan tangan, industri skala kecil dan lain sebagainya.

Saat muncul kesadaran bahwa dalam proses produksi sederhana ini masih terdapat banyak pemborosan, manusia mulai berpikir untuk menggabungkan mekanisasi dengan proses produksi. Pemanfaatan mesin dalam produksi massal mampu mengurangi biaya produksi secara signifikan.

Perencanaan produk, pengembangan jalur produksi, dan tata letak pabrik menunjukkan munculnya konsep manajemen yang lebih modern. Banyak tokoh seperti Adam Smith (teori spesialisasi produksi), FW Taylor (teori manajemen ilmiah – studi waktu dan gerakan), Henry Gantt (pembuat Gantt Chart) serta lainnya memberikan kontribusi besar dalam penerapan konsep manajemen modern yang lebih berbasis ilmu pengetahuan.

Penerapan konsep manajemen tradisional ini memang membawa dampak yang sangat positif terhadap kehidupan dan kesejahteraan manusia pada masa itu. Perlu adanya penyempurnaan konsep dianggap penting, karena konsep manajemen yang ada lebih menitikberatkan pada teknis proses produksi dan cenderung mengutamakan mekanisasi.

Aspek manusia mulai dianggap penting setelah munculnya berbagai teori, seperti Manajemen Partisipatif (dikembangkan oleh Mary Parker Follett), teori X dan Y (oleh Douglas Mc. Gregor), efek Hawthorne (oleh Elton Mayo), serta yang lainnya.

Proses ini menjadi awal dari era manajemen modern menuju organisasi yang lebih inklusif dan fleksibel, di mana aspek psikologis dan sosial karyawan menjadi faktor penting dalam struktur organisasi.

Migrasi Menuju Konsep Governance

Peningkatan terus-menerus dianggap penting ketika muncul masalah besar atau bahkan setelah terjadinya krisis. Ilmu manajemen juga perlu diperluas cakupannya ketika memasukkan unsur yang lebih menyeluruh, seperti akuntabilitas dewan direksi, transparansi keuangan, perlindungan pemegang saham, struktur kepemilikan yang seimbang, dan lain-lain.

Salah satu contoh yang memicu kebutuhan untuk mengevaluasi lebih dalam mengenai kualitas tata kelola adalah terjadinya krisis perbankan terbesar dalam sejarah, di mana terjadi kerugian sebesar US$20 miliar pada sebuah bank yang dikenal sebagai Bank of Credit and Commerce International (BCCI).

Penyebab utama dari krisis ini adalah terjadinya skandal pencucian uang, kejadian window dressing dalam pembukuan bank, pemberian suap kepada pejabat pemerintah dan politisi, pemberian kredit secara tidak sah, serta tindakan manipulasi di pasar.

Sejak saat itu, muncul kesadaran akan pentingnya tata kelola yang baik dalam sebuah organisasi. Banyak lembaga telah merilis standar mengenai tata kelola, seperti OECD yang mengeluarkan Prinsip Tata Kelola Perusahaan pada tahun 1999. Beberapa negara juga telah menetapkan aturan terkait penerapan Good Corporate Governance (GCG), misalnya The Sarbanes-Oxley Act yang dikeluarkan oleh Parlemen Amerika pada tahun 2002. Hal ini kemudian diikuti oleh pemerintah atau regulator di berbagai belahan dunia.

Prinsip utama dalam tata kelola perusahaan yang baik adalah TARIF, yang mencakup Transparansi, Akuntabilitas, Tanggung Jawab, Integritas, dan Keadilan.

Keterbukaan diharapkan muncul dalam tahap pengambilan keputusan dan pemberian akses terhadap informasi yang penting. Para pembuat kebijakan harus bertanggung jawab atas keputusan yang diambil serta memiliki pertanggungjawaban yang jelas.

Selain itu, aspek integritas juga sangat penting dan harus diberikan perlakuan yang adil terhadap seluruh pihak terkait.

Dengan munculnya revolusi industri 4.0 dan 5.0, terjadi perubahan dalam arah serta standar tata kelola.

Digitalisasi membawa perubahan pada dua aspek, yaitu munculnya alat bantu pengambilan keputusan yang berbasis digital dan adanya penyesuaian akibat hadirnya model bisnis yang berbasis digital. Sebagai alat bantu, hal ini akan sesuai dengan seluruh prinsip GCG yang berlaku. Sudah banyak aplikasi yang tersedia di pasar sebagai alat bantu GCG agar dapat diterapkan secara efektif.

Sementara model bisnis berbasis digital memiliki ciri yang berbeda. Bisnis digital ini berkaitan dengan pengelolaan data dalam jumlah besar (big data), penggunaan perangkat komputer secara luas, serta jangkauan yang mencakup wilayah yang sangat luas.

Perusahaan startup umumnya memiliki ukuran yang kecil dengan dana yang terbatas. Namun, yang menonjol adalah bahwa bisnis start-up ini memanfaatkan teknologi digital, sehingga memungkinkan proses otomatisasi.

Model bisnis yang tersedia di pasar juga berupa layanan berbasis berbagi (as a service), yang memungkinkan penyediaan layanan dengan harga terjangkau dan cocok untuk produksi atau layanan dalam skala besar (seperti aplikasi HaloDoc yang menyediakan konsultasi kesehatan bagi masyarakat luas).

Inovasi teknologi ini sangat membantu dalam penerapan tata kelola perusahaan yang baik di sebuah lembaga. Manfaat yang sangat terasa adalah peningkatan kualitas pengambilan keputusan yang lebih tepat dan dapat diterapkan di berbagai ukuran serta tingkatan organisasi.

Tentu saja, untuk memperoleh manfaat tersebut diperlukan adanya investasi yang cukup besar. Investasi yang dibutuhkan tidak hanya terbatas pada pembuatan data lake serta alat analisis data. Namun dengan adanya layanan berbasis as a service, biaya modal dapat dikurangi melalui sistem langganan, misalnya dengan menggunakan cloud database untuk mengurangi pengeluaran dalam pembelian server.

Leave a Comment