Lintaskriminal.co.id -.CO.ID-JAKARTAPortofolio dana perbankan yang disimpan dalam Surat Berharga Negara (SBN) terlihat mengalami peningkatan sepanjang tahun 2025.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, kepemilikan bank terhadap SBN pada 21 Agustus 2025 mencapai Rp 1.318,47 triliun, naik sebesar 17,61% dibanding tahun sebelumnya atauyear on year (YoY).
Mengingat, kepemilikan bank di SBN pada periode yang sama tahun sebelumnya mencapai Rp 1.121,03 triliun.
Secara bulanan, kepemilikan bank terhadap SBN juga tercatat meningkat. Pada akhir Juli, kepemilikan bank mencapai Rp 1.293,85 triliun, naik sebesar 7,82% dibandingkan Juni 2025 yang berjumlah Rp 1.199,96 triliun.
Sementara itu, Bank Indonesia melaporkan pertumbuhan kredit perbankan hingga Juli 2025 hanya mencapai 7,03% secara tahunan. Hal ini menunjukkan perlambatan dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,77% YoY.
Wakil Presiden Senior Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menganggap, suasana kenaikan penempatan bank di SBN disebabkan oleh fakta bahwa bank masih memilih secara selektif dalam menyalurkan kredit serta lebih cenderung menempatkan likuiditasnya di SBN.
“Mungkin karena kondisi saat ini yang memang memerlukan kehati-hatian lebih dalam penyaluran kredit perbankan,” katanya kepada Lintaskriminal.co.id, Minggu (24/8/2025).
Trioksa mengamati, tren pada tahun ini jika belum menunjukkan peningkatan kemampuan beli maka bank tetap selektif dalam memberikan kredit.
Berdasarkan pendapat Trioksa, tugas bank sebagai lembaga perantara keuangan adalah mulai meningkatkan penyaluran kredit seiring menurunnya tren suku bunga acuan, tetapi tetap memperhatikan prinsip pengelolaan risiko dan kehati-hatian yang baik.
Beberapa bank tercatat mengalami peningkatan dalam penempatan dana di Surat Berharga Negara (SBN). Contohnya PT Bank Central Asia (BCA) yang mencatatkan penempatan dana di surat berharga sebesar Rp 386,42 triliun pada Juni 2025, atau naik 3,70% secara tahunan.
Berikut adalah beberapa variasi parafraze dari teks tersebut: 1. PT Bank Negara Indonesia (BNI) melaporkan kenaikan penempatan dana dalam bentuk surat berharga sebesar 11,67% menjadi Rp 184,61 triliun pada bulan Juni 2025. 2. Pada Juni 2025, PT Bank Negara Indonesia (BNI) mencatatkan peningkatan pengelolaan dana dalam bentuk surat berharga sebesar 11,67%, yaitu mencapai Rp 184,61 triliun. 3. Dalam laporan terbaru, PT Bank Negara Indonesia (BNI) menyatakan bahwa penempatan dana dalam surat berharga meningkat sebesar 11,67% menjadi Rp 184,61 triliun pada Juni 2025. 4. PT Bank Negara Indonesia (BNI) mengungkapkan adanya kenaikan jumlah dana yang ditempatkan dalam surat berharga sebesar 11,67% menjadi Rp 184,61 triliun pada periode Juni 2025. 5. Pada bulan Juni 2025, PT Bank Negara Indonesia (BNI) mencatatkan peningkatan penempatan dana dalam bentuk surat berharga sebesar 11,67% dengan total mencapai Rp 184,61 triliun.
Sementara itu, pada Juni 2025 pencairan kredit BNI mencapai Rp 778,7 triliun, meningkat sebesar 7,1%.
Berbeda dengan beberapa bank lain seperti PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang mulai mengurangi kepemilikan pada surat berharga. Pada Juni 2025, penempatan BRI di surat berharga mencapai Rp 385,84 triliun atau turun 3,41% yoy dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 399,48 triliun.
PT Bank CIMB Niaga juga mengurangi penempatan pada surat berharga hingga Juni 2025 turun sebesar 3,83% menjadi Rp 75,18 triliun dari posisi Juni 2024 yang mencapai Rp 78,18 triliun.
Vice President Corporate Communication dan Tanggung Jawab Sosial BCA Hera F. Haryn menyampaikan bahwa perusahaan memperhatikan bahwa penempatan dana dalam instrumen surat berharga merupakan bagian dari strategi pengelolaan likuiditas perusahaan serta mendukung perekonomian nasional di tengah tantangan saat ini.
“Strategi ini juga dilakukan guna mempertahankan keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan pertumbuhan kredit yang sehat. Tentu saja tugas utama perbankan adalah sebagai sarana intermediasi ekonomi, yaitu penyaluran kredit,” ujar Hera.
Hera menjelaskan, secara umum, BCA selalu mengelola likuiditas dengan hati-hati serta memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam penerapan pengelolaan risiko.
Akibatnya, meskipun penempatan dalam surat berharga meningkat, pada saat yang sama kredit yang disalurkan terlihat tumbuh lebih besar sebesar 12,9% mencapai Rp 959 triliun.
“Dengan dukungan likuiditas yang kuat serta mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menggembirakan, kami yakin mampu menjaga pertumbuhan kredit berkualitas secara berkelanjutan,” ujarnya.
Selaku Direktur Utama CIMB Niaga, Lani Darmawan mengakui bahwa penempatan di surat berharga mengalami penurunan secara year on year maupun quarter on quarter. Lani menyampaikan bahwa likuiditas CIMB Niaga sebagian besar digunakan untuk mendukung penyaluran kredit.
“Posisi obligasi kami menurun. Kami lebih fokus pada kredit,” kata Lani.
Pada akhir bulan Juni 2025, jumlah kredit yang dimiliki Bank CIMB Niaga mencapai angka Rp 231,8 triliun, dengan pertumbuhan sebesar 6,8% dibandingkan tahun sebelumnya.
“Kami memiliki kebijakan yang hati-hati tetapi tetap menempatkan likuiditas yang kuat sebagai prioritas bagi bank. Fokus kami pada likuiditas dan dana pihak ketiga,” katanya.
Kepala Bisnis PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten) Bambang Widyatmoko juga menyampaikan, dalam upaya peningkatan penyaluran dana ke aset produktif, termasuk kredit, pihaknya lebih mengutamakan sumber dana yang berasal dari Dana Pihak Ketiga, termasuk deposito berjangka.
“Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kesesuaian volume, jangka waktu, tingkat bunga dan margin serta risiko likuiditas antara keduanya sehingga dapat sesuai dan menghasilkan tingkat pendapatan bunga bersih yang optimal dengan risiko yang terkendali bagi Bank Banten,” kata Bambang.
Bambang menjelaskan, pihaknya selalu melakukan pemantauan terhadap perkembangan tingkat suku bunga SBN serta sumber dana yang dialokasikan agar mendapatkan pengembalian terbaik bagi Bank Banten. Keputusan mengenai proporsi portofolio penempatan dana dalam bentuk Kredit dan atau SBN dilakukan dengan sangat hati-hati dengan mempertimbangkan potensi risiko dan manfaat terbaik.
Tren penyaluran dan pertumbuhan kredit tetap tergolong positif hingga akhir tahun. Kami memprediksi akan terus meningkat dan menghasilkan Pendapatan Bunga Bersih yang cukup untuk Bank Banten,” ujarnya.
Pada bulan Juni 2025, penempatan dana Bank Banten di SBN tercatat sebesar Rp 1,15 triliun, naik 27,29% dibanding tahun sebelumnya. Meskipun demikian, pada periode yang sama Bank Banten mampu menyalurkan kredit sejumlah Rp 4,16 triliun, meningkat 14,60% secara tahunan. Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) juga mengalami pertumbuhan lebih dari Rp 1,25 triliun, berubah dari Rp 4,64 triliun menjadi Rp 5,89 triliun.